Ayam Elba, harapan baru telur ayam kampung setelah Ayam Arab
Disadur dari Trubus-online.co.id,
Elba Atasi Dua Masalah
Ayam kampung petelur baru bernama elba. Produktivitas tinggi dan konsumsi pakan rendah.
Tiong tak menduga bahwa 3 telur pemberian koleganya, Lala Setyawan, kini beranak-pinak. Tiga telur yang menetas-2 jantan dan seekor betina-itu menjadi induk ratusan day old chicken (DOC). Ayam elba? Sebutan elba tak terkait dengan nama pulau di Italia tempat pembuangan kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte. Sebutan elba sebagai penghargaan kepada Lala Setyawan yang membawa 60 telur ayam dari Jeddah, Arab Saudi, ketika berhaji pada 2010.
“El kependekan dari huruf pertama Lala dan ba kependekan dari Batikan, dusun tempat saya tinggal,” ujar Lala Setyawan yang membagikan telur-telur itu kepada beberapa peternak. Tiga ekor tetasan Tiong itulah yang akhirnya bertahan dan beranak-pinak. Sementara, 57 tetasan lain yang juga dibagi-bagikan kepada kerabat dan handai tolan itu mati ketika berumur sehari. ”Dari situ cikal bakal ayam elba berkembang di Kabupaten Temanggung,” ujar Lala.
Solusi
“Ayam elba sosoknya mirip ayam kampung biasa,” ujar peternak di Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, itu. Saat ini Tiong mengelola 3.000 ayam arab elba. Menurut Tiong ayam elba memiliki dua keunggulan penting. “Produktivitas telur tinggi, dari 1.000 ekor bisa dihasilkan 800 telur per hari,” kata Tiong.
Selain itu kebutuhan pakan ayam Elba relatif rendah, berkisar 70 gram; sedangkan ayam arab 90 gram per ekor setiap hari. Kehadiran ayam elba menjadi solusi atas kendala rendahnya produktivitas ayam arab petelur saat ini. Kusdinanto, misalnya, sering kali tafakur saat memandangi sederet kandang ayam arab di Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Delapan ratus ayam rata-rata berumur rata-rata 8-9 bulan hanya menghasilkan 150-200 butir per hari.
Padahal, ketika pertama kali diperkenalkan di tanahair, rata-rata produksi ayam arab pada umumnya mencapai 400-500 telur per hari dengan populasi sama. Artinya, produksi ayam arab kini tak sampai 50% dari rata-rata produksi ayam arab dahulu. “Penurunan produksinya sangat jauh,” kata kepala desa di Kecamatan Pringsurat itu.
Prospek cerah
Sebetulnya perniagaan telur ayam arab masih bergairah. Kusdinanto menuturkan permintaan telur yang mengalir kepadanya mencapai 1.000 butir per hari. Sayangnya, ayah 2 anak itu hanya sanggup memasok 25% dari total permintaan itu akibat terkendala produktivitas. Peternak di Desa Sumbersekar, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Arif Rahman Hakim, mengalami hal serupa.
“Permintaan masih besar mencapai 1.000 telur per hari,” ujar Arif. Ketua Kelompok Peternak Ayam Sekarmulyo itu kini mengusahakan 1.000 ayam arab dengan produksi telur 500-550 butir per hari. Menurut Sahrul Kholis, peternak ayam arab di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, produktivitas ayam arab (tidak termasuk elba) secara umum memang menurun seperti dialami oleh Kusdinanto dan Arif Rahman Hakim.
Penyebabnya, “Banyak ayam yang diternak sudah mengalami inbreeding,” kata Sahrul. Pada awal kemunculannya, pada pertengahan 1990 hingga ketika berkembang pada 2000, produktivitas ayam arab sangat tinggi, mencapai 70-80%. Artinya dari 1.000 ayam produktif, peternak akan menuai 700-800 telur setiap hari. Saat itu seekor betina ayam arab berumur 5 bulan berbobot 1,5 kg, menghasilkan 260 telur per tahun. Namun kini persentasenya anjlok hingga 40% atau 104 telur per tahun.
Untuk mengatasi produktivitas yang melorot itu, Sahrul Kholis pernah menyilangkan ayam arab jantan dan ayam kedu betina pada awal 2000-an. Hasilnya adalah ayam poncin alias pondokcina, mengacu pada nama kelurahan di Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat, tempat Sahrul Kholis pertama kali menghasilkan ayam poncin. Ayam itu berbulu putih mirip ayam arab. Produksi telur mencapai 252 butir per tahun dengan bobot betina dewasa 1,4 kg.
Produktivitas itu 8 butir lebih rendah dibanding ayam arab dalam kurun setahun. Meski demikian pamor ayam poncin tenggelam oleh kepopuleran ayam arab sejati. “Ayam arab dicari karena sifat tidak mengeram, produktivitas tinggi, dan warna telur mirip ayam kampung,” ujar Tiong, peternak di Kabupaten Temanggung. Sementara ayam poncin, meski produktivitas relatif tinggi, tetapi ketersediaan DOC terbatas.
Pakan melambung
Telur ayam arab yang mirip ayam kampung menjadi daya tarik peternak lantaran telur-telur itu dihargai per butir, bukan per kilogram. Sekadar perbandingan saat ini harga telur ayam ras di tingkat pengecer mencapai Rp15.000 per kg terdiri atas 15-18 telur. Itu berarti harga rata-rata hanya Rp833-Rp1.000 per butir. Bandingkan bila jumlah dengan harga telur ayam kampung, Rp1.300 per butir. Jika sekilogram telur ayam kampung juga terdiri atas 15 butir, maka harga jual lebih tinggi, yakni Rp19.500.
Produktivitas ayam arab turun, tetapi harga pakan justru membubung sehingga laba kian tipis. Wajar banyak peternak ayam arab akhirnya rontok. Arif mencontohkan harga pakan konsentrat berbobot 50 kg semula Rp240.000 pada 2010 kini meningkat menjadi Rp298.000 pada 2011. Begitu juga dengan harga bahan pakan lain seperti jagung yang semula Rp2.800 menjadi Rp3.500 per kg dan bekatul Rp1.800 menjadi Rp2.300 per kg.
Komposisi pakan ayam arab terdiri atas campuran 30% konsentrat, 40% jagung, dan 30% bekatul. Porsinya 85 gram per ekor setiap hari. “Kenaikan harga itu membuat peternak berhenti,” ujar Arif. Menurut Ramadhan, peternak 200 ayam arab di Desa Soropadan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sulit menyiasati kenaikan harga pakan. Mengurangi jatah atau porsi pakan, malah membuat produktivitas semakin anjlok. “Saat ini bisa mencapai 50% saja sudah bagus,” kata Ramadhan.
Mau bibit ayam Elba?
New Roulette Wheel | Boeg Casino bet365 bet365 카지노사이트 카지노사이트 カジノ シークレット カジノ シークレット 904Things To Do Near Casino Queen
BalasHapus